Marsillam Simanjuntak

Kepala Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi IndonesiaMasa jabatan
26 Oktober 2006 – 8 Desember 2009PresidenSusilo Bambang Yudhoyono
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada
Pengganti
Kuntoro Mangkusubroto
Sebelum
Jaksa Agung Republik Indonesia ke-18Masa jabatan
10 Juli 2001 – 9 Agustus 2001PresidenAbdurrahman Wahid
Sebelum
Pendahulu
Baharuddin Lopa
Pengganti
M. A. Rachman
Sebelum
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Indonesia ke-24Masa jabatan
2 Juni 2001 – 20 Juli 2001PresidenAbdurrahman Wahid
Sebelum
Pendahulu
Baharuddin Lopa
Pengganti
Mohammad Mahfud
Sebelum
Sekretaris Kabinet Indonesia ke-5Masa jabatan
4 Januari 2000 – 5 Juli 2001PresidenAbdurrahman Wahid
Sebelum
Pendahulu
Saadillah Mursjid
Pengganti
Marzuki Darusman
Sebelum
Informasi pribadiLahir23 Februari 1943 (umur 81)
Jepang Yogyakarta, Masa Pendudukan JepangKebangsaanIndonesiaAlma materUniversitas IndonesiaPekerjaanAktivis
Negarawan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

dr. Marsillam Simanjuntak, S.H. (lahir 23 Februari 1943) adalah aktivis dan negarawan.

Ia pernah menjabat Jaksa Agung Republik Indonesia, periode Juli-Agustus 2001, jabatan akhirnya dalam pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Ia menggantikan Baharuddin Lopa yang tutup usia.

Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Marsilam Simanjuntak mengikuti proses seleksi menjadi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Marsillam menempati urutan teratas berdasar penilaian panitia seleksi (pansel) yang independen. Namun, setelah hasil seleksi diserahkan ke DPR, Marsillam tak dipilih.

Pengabdian

Masa pemerintahan Presiden Soekarno, Marsillam Simanjuntak aktif dalam gerakan mahasiswa periode 1960-an yang menentang pemberlakuan Demokrasi Terpimpin.

Masa pemerintahan Presiden Soeharto, Marsillam Simanjuntak aktif di Forum Demokrasi yang dipimpin sahabatnya sejak kecil, Abdurrahman Wahid. Fordem digerakkan oleh banyak tokoh masyarakat yang bersikap sebagai oposisi di luar sistem politik otoritarian Orde Baru. Aktivis Fordem meliputi Arief Budiman, Bondan Gunawan, Y. B. Mangunwijaya, Todung Mulya Lubis, dan lain-lain.

Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Simanjuntak menjabat Sekretaris Kabinet, mulai Januari tahun 2000. Dalam pemerintahan yang sama, Simanjuntak diangkat menjadi Menteri Kehakiman Juni 2001. Ia menggantikan Baharuddin Lopa yang diangkat menjadi Jaksa Agung. Jabatan akhir Marsillam dalam pemerintahan Wahid adalah Jaksa Agung Republik Indonesia untuk periode Juli-Agustus 2001. Ia menggantikan Baharuddin Lopa yang tutup usia di Riyadh, Arab Saudi.

Masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Marsillam Simanjuntak dipilih menjadi kepala Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R). UKP3R dibentuk Oktober 2006, beranggotakan Agus Widjojo dan Edwin Gerungan. Marsillam menjadi Kepala UKP3R sejak 2006-2009. Periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, UKP3R dikembangkan menjadi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4, dipimpin Kuntoro Mangkusubroto).

Karier awalnya adalah dokter penerbangan di Maskapai Penerbangan Garuda. Masa kerjanya di Garuda sempat 'terpotong' 17 bulan. Pada tahun 1974 ia harus mendekam di rumah tahanan militer setelah dituduh terlibat dalam Peristiwa Malari. Penahanannya berakhir tanpa pernah diadili. Selepasnya dari tahanan (1975) ia diangkat sebagai Kepala Kesehatan. Marsillam Simanjuntak mendapat keputusan percepatan masa pensiun karena menolak menjadi anggota Korps Pegawai Negeri (Korpri) dan indoktrinasi P-4. Ia dipilih menjadi Komisaris Utama PT Garuda Indonesia dari tahun 2003 sampai 2005.

Pendidikan

Pendidikan awal Marsilam Simanjuntak ditempuh di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (lulus 1971)[1]. Setamat studi kedokteran, Marsillam menyerahkan ijazah kepada ibunya, "Mama, ini saya persembahkan ijazah dokter saya kepada Mama. Ambil dan simpan sebagai tanda bakti dan hormat saya kepada Mama.”

Marsillam menekuni studi hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (lulus 1989)[1]. Pada usia 46 tahun, Marsillam Simanjuntak mempertahankan skripsi berjudul Unsur Hegelian dalam Pandangan Negara Integralistik. Skripsinya diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Pandangan Negara Integralistik (Jakarta: Penerbit Graffiti, 1994) dan menjadi salah satu rujukan utama di bidang hukum tata negara.[2]

Marsillam menjadi pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Pemikiran

Buku

Buah pemikiran Marsilam Simanjuntak dituangkan dalam buku Pandangan Negara Integralistik (1994). Buku ini menelusuri kembali tempat dan kedudukan pandangan negara integralistik dalam proses penyusunan UUD 1945.

Pandangan Negara Integralistik menguliti sumber filsafat pandangan negara integralistik yang bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat.

Meski menyoroti pengaruh filsafat G. W. F Hegel dalam pemikiran Soepomo saat pendirian Republik Indonesia, buku ini terlanjur menjadi menjadi bahan bacaan utama aktivis pro-demokrasi. Aktivis pergerakan menggunakan buku ini untuk memahami penyerapan pandangan totalitarian-integralistik, kekeluargaan dan kesatuan, yang diadopsi Presiden Soeharto dalam membangun Orde Baru.

Kuliah Umum

Marsilam Simanjuntak dikenal sangat jarang muncul di hadapan publik, kecuali sesekali memberi kuliah umum, atau ceramah publik.

Dalam peluncuran Jentera School of Law, Jakarta tahun 2011, Simanjuntak bercanda, menyebut tiga hal yang tidak perlu namun selalu digunakan manusia: kapitalisme, kepercayaan, dan powerpoint. Yang terakhir, diakuinya, adalah akibat ketidakmampuannya menggunakan MS PowerPoint dengan baik.

Dalam kuliah umum Sistem Politik Indonesia setelah Reformasi, 12 Agustus 2014, Serambi Salihara. Marsillam menyoroti posisi partai pendukung pemerintahan yang menjadi minoritas di parlemen dalam sistem politik Indonesia:

Sebenarnya, secara konstitusional tidak diatur mengenai cara pengambilan keputusan di DPR. Tidak dikatakan melalui pemungutan suara. Tidak dikatakan dengan suara terbanyak. Sistem suara terbanyak bukan menjadi keharusan di dalam konstitusi kita. Apa yang ada di dalam konstitusi kita? Dalam batang tubuh dalam pasal-pasal, tidak ada satu kata pun. Tetapi dalam pembukaan, itu tersirat dalam Pancasila. Pancasila mengatakan, mengacu kepada: 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'. Apa artinya? Kerakyatan adalah demokrasi. Jadi, demokrasi menurut Pancasila, bukan demokrasi voting. Bukan demokrasi suara terbanyak. Tapi, permusyawaratan. Perwakilan. Demokrasi representatif, tetapi bermusyawarah. Dan mereka percaya ada hikmat kebijaksanaan di situ.

Referensi

  1. ^ a b Jentera (2016-06-30). "Marsillam Simanjuntak — STH Indonesia Jentera". Diakses tanggal 2024-02-15. 
  2. ^ Taufik, Giri Ahmad. "Menolak Konstitusionalisme Otoritarian, Mempertahankan Demokrasi Konstitusional". hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2022-04-09. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Jabatan politik
Didahului oleh:
Baharuddin Lopa
Menteri Hukum dan Perundang-undangan Indonesia
2001
Diteruskan oleh:
Mohammad Mahfud
Didahului oleh:
Saadillah Mursjid
Sekretaris Kabinet Republik Indonesia
2000–2001
Diteruskan oleh:
Marzuki Darusman
Jabatan peradilan
Didahului oleh:
Baharuddin Lopa
Jaksa Agung Republik Indonesia
2001
Diteruskan oleh:
MA Rachman
  • l
  • b
  • s
Menko Polsoskam: Wiranto, Soerjadi Soedirdja (plt.), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar • Menko Perekonomian: Kwik Kian Gie, Rizal Ramli, Burhanuddin Abdullah • Menko Kesra (sejak perombakan I digabung menjadi Menko Polsoskam): Hamzah Haz, Basri Hasanuddin • Mendagri: Soerjadi Soedirdja • Menlu: Alwi Shihab • Menhan: Juwono Sudarsono, Mohammad Mahfud, Agum Gumelar (plt.) • Menkumham: Yusril Ihza Mahendra, Baharuddin Lopa, Marsillam Simanjuntak, Mohammad Mahfud • Menkeu: Bambang Sudibyo, Prijadi Praptosuhardjo, Rizal Ramli • Menteri ESDM: Susilo Bambang Yudhoyono, Purnomo Yusgiantoro • Menperindag: Muhammad Jusuf Kalla, Luhut Binsar Panjaitan • Mentanhut (bernama Menteri Pertanian dan Kehutanan sejak perombakan I): Mohamad Prakosa, Bungaran Saragih • Menhut (bernama Menteri Muda Kehutanan sejak perombakan I): Nur Mahmudi Ismail, Marzuki Usman • Menhub: Agum Gumelar, Budhi Muliawan Suyitno • Meneksla (bernama Menteri Kelautan dan Perikanan sejak perombakan I): Sarwono Kusumaatmadja, Rokhmin Dahuri • Menakertrans: Bomer Pasaribu, Al Hilal Hamdi • Menkes (bernama Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial sejak perombakan I): Achmad Sujudi • Mendiknas: Yahya Muhaimin • Menag: Muhammad Tholchah Hasan • Menkimpraswil: Erna Witoelar • Menristek/Kepala BPPT: Muhammad A. S. Hikam • Menkop UKM: Zarkasih Nur • Menteri LH: Alexander Sonny Keraf • Menteri OD (digabungkan dengan Menteri Dalam Negeri sejak perombakan I): Ryaas Rasyid • Menbudpar: Hidayat Jaelani, I Gede Ardhika • Menteri PM dan BUMN (dibubarkan pada perombakan I): Laksamana Sukardi, M. Rozy Munir • Mennegpora (dibubarkan pada perombakan I): Mahadi Sinambela • Menneg PU (dibubarkan pada perombakan I): Rozik Boedioro Soetjipto • Menneg Pemwan: Khofifah Indar Parawansa • Mennegham (digabungkan dengan Menteri Hukum dan Perundang-undangan sejak perombakan I): Hasballah M. Saad,  • Menneg Transduk (digabungkan dengan Menteri Tenaga Kerja sejak perombakan I): Al Hilal Hamdi • Menneg PAN: Freddy Numberi, Ryaas Rasyid (plt.), Anwar Supriyadi • Menneg Maskem (dibubarkan pada perombakan I): Anak Agung Gde Agung • Menmud Perpemkatim (dibentuk pada perombakan I): (jabatan baru), Manuel Kaisiepo • Menmud Rekonas (dibentuk pada perombakan I dan dibubarkan pada perombakan II): (jabatan baru), Cacuk Sudarijanto • Jaksa Agung: Marzuki Darusman, Baharuddin Lopa, Suparman (plt.), Marsillam Simanjuntak • Panglima TNI : Widodo A. S. • Mensesneg: Alirahman, Bondan Gunawan, Djohan Effendi
Sekretaris Kabinet: Marsillam Simanjuntak, Marzuki Darusman
  • l
  • b
  • s
Menteri Kehakiman
(1945–1999)
Menteri Hukum dan Perundang-undangan
(1999–2001)
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
(2001–2004)
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(2004–sekarang)
Kategori